Langsung ke konten utama

Petualang Hijau

Merah kuning biru
Warna api
Api komporku
Hidup menyala
Berkobar berani
Hijau menyendiri
Tinggalkan mereka
Lalu melalang buana
Menuju kota
Tak rasa aman
Menepi ke pantai
Awal nyaman akhir merana
Panas
Merasa tak cocok

Lama berjalan
Tak capek mencari temu
Tempat teduh
Jumpa jua
Jauh dari kota
Jauh dari pantai
Berteman primata
Dingin sejuk
Aman tentram


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[REVIEW BUKU: LAUT BERCERITA]

NOVEL: Laut Bercerita  Sumber: dokumen pribadi IDENTITAS BUKU Judul: Laut Bercerita Penulis: Leila S. Chudori Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Tahun terbit: Cetakan Ketujuhbelas, Agustus 2021 Jumlah halaman: x + 379 halaman   REVIEW Ini adalah kali pertama saya membuat review buku. Sudah ada beberapa buku yang sudah saya baca, namun rasanya kurang nendang kalau hasil yang dibaca tidak turut dibagikan ke teman teman lain. Maka kali ini, ijinkan saya membagikan hasil review saya. Laut Bercerita mengisahkan tentang perjuangan para mahasiswa dan aktivis yang menuntut hak hak demokrasi di masa Orde Baru. Tokoh utama dalam novel ini adalah Biru Laut Wibisono, seorang mahasiswa Sastra Inggris di Yogyakarta yang turut bergabung dalam organisasi mahasiswa yaitu Winatra yang memihak pada masyarakat kecil dan terpinggir. Novel ini di sajikan dengan dua sudut padang, sudut pandang Biru Laut dan sudut pandang Asmara Jati, adiknya Biru Laut. _________________...

Si penggoda tak kalah ikutan

Aku suka tanda lahirmu Disakiti tidak berubah Di cubit tidak meringis Di colek tidak merah Apalagi dikecup Tidak protes ia Aku suka pemiliknya itu adalah kamu Tiap perjumpaan selalu kutatap Setiap aku mengecupmu Tak lupa juga dia Jangan iri Aku hanya ingin mengecupmu Tapi dia juga ingin Ah dasar tai Selalu saja ikutan Dasar tai lalat penggoda.

Penikmat Senyum

Aku setuju Aku mengaku terpikat Pada sosok pemilik senyum itu Senyum disertai kumis tipis Sosok yang membuatku terlena Hey tuan Maafkan aku Aku telah mencuri milikmu Milikmu yang tak bisa kumiliki Seutuhnya Sejak lalu Mata ini selalu tertuju padamu Tak berbuah pengharapan Menatap dari jauh Hanya pengagum Padamu kukirimkan salam Lewat semilir angin Entah sampai padamu atau tidak Pastinya sudah kuungkapkan

Tabung Rindu

Di sudut kamar ini Ditemani bayang bayang sepi Kau muncul begitu saja di otakku Mengisi kekosongan di malam ini Di sudut kamar ini Kita bercerita Tentang hari hari yang telah di lewati Tentang kekonyolan Tentang hidupmu Tentang impianmu Tentang kita Ingin rasanya kembali kumemutar waktu Waktu kau masih milikku Waktu kau masih tempat galaksi ku Waktu kau di sudut kamar ini Waktu kita bersama Sudah dua caturwulan kau tak bisa kulihat Tak bisa lagi kulihat miliaran galaksiku Tak bisa lagi kulihat wajah konyolmu Tak bisa lagi aku menangis di pundakmu Saat ini Perpisahan ini menyakitkan Sudah suatu keharusan Bukan keputusanmu Bukan keputusanku Rindu beda alam Beban di hati Tak bisa di tuntaskan Harus menabung rindu Untuk dibuka bersama Di alam yang sama

"Maaf Sudah Rindu", katamu

"Maaf sudah rindu" Isi pesanmu saat itu Di tengah malam sebelum terlelap Seketika lenyap rasa kantukku Gundah Sengaja kubiarkan pesanmu Biar menguap Melayang Terukir di udara Kelak jika aku merindukanmu Kuukir di udara Kutitipkan pada angin Lalu abadi Mengangkasa Diantara kita Terimakasih sudah merindukanku, tuan

Redup

Pandanganku sebatas tembok Kututup mata Gelap menghampiri Otak lelah berpikir Mata sayu tak kunjung lelah Nyamuk mulai mencicipi darahku Bosan Tak sadar kusudah menulis sebait puisi ini -Perumnas Mandala;Medan, 23 April 2020 2:42

Tunggu Aku

Di sudut kamar ini Ditemani bayang bayang sepi Kau muncul begitu saja di otakku Mengisi kekosongan di malam ini Teringatku Di sudut kamar ini Kita bercerita Tentang hari hari yang telah di lewati Tentang kekonyolan Tentang hidupmu Tentang impianmu Tentang kita Ingin rasanya kembali kumemutar waktu Waktu kau masih milikku Waktu kau masih tempat galaksi ku Waktu kau di sudut kamar ini Waktu kita bersama Sudah dua caturwulan kau tak bisa kulihat Tak bisa lagi kulihat miliaran galaksiku Tak bisa lagi kulihat wajah konyolmu Tak bisa lagi aku menangis di pundakmu Saat ini Perpisahan ini menyakitkan Sudah suatu keharusan Bukan keputusanmu Bukan keputusanku Rindu beda alam Beban di hati Tak bisa di tuntaskan Harus menabung rindu Untuk dibuka bersama Di alam yang sama Tuan, tunggu aku disana.

Flash Blogging Medan

Flash Blogging. Tema: 4 Tahun Indonesia Kreatif. Di pagi bulan Desember yang mendung, dengan semangat ku awali hariku dengan mengikuti acara. Yang biasanya tidak pernah bangun sepagi ini, inilah hari perdana bangun sepagi ini di bulan Desember. Walau rintik hujan sempat menetes, tetapi itu tidak menggodaku untuk kembali tidur. Acara Flash Blogging yang diadakan oleh Kominfo dilaksanakn di Grand Aston Hotel. Setiba di lokasi, dilakukan pendaftaran dan disambut dengan sarapan dan kopi yang nikmat. Sambil menikmati sarapan, acara Flash Blogging dibawa oleh MC cantik yang super semangat. Sebelum acara di buka, semua peserta menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Kemudian setelah itu dibuka oleh ibu Farida Dewi Maharani yang merupukan Plt. Kasubdit Media Cetak Kominfo. Didalam pembukaan, ada yang kutipan yang menarik dari beliau yaitu "Maju itu pilihan, bukan paksaan." Dimana kita sebagai bangsa Indonesia sebaionya menggunakan potensi potensi negara sebaik mungkin. A...

Hey, anjing.

Hey anjing Pernahkah terlintas dipikiranmu untuk menjadi manusia? Pernahkah kau merasa iri dengan segala kepiawaian manusia? Pernahkah kau ingin berlagak seperti manusia? Ah kutanya pun, kau tak akan bisa menjawab Hey, anjing Dengarkan aku Aku pernah ingin menjadi sepertimu, anjing Aku pernah merasa iri  Makan, tidur, menggonggong Tidak pernah memikirkan usaha Tak pernah mendengar cacian Tak perlu membungkam cerita mereka Tak perlu bertindak untuk menyenangkan mereka Setelah kusadari, ada manusia yang di cap dengan namamu, anjing Mereka dipanggil bukan karena kebodoamatan mu Melainkan karna mulut mereka yang terus berbunyi seperti gonggonganmu Ya sudah  anjing Cukup disini ceritaku Setelah kupikir, aku tak ingin menjadi sepertimu Biar aku menjadi diriku dengan ketiadabatas khayal  ini. -Duri, 1 4 Agustus 2 020. 22: 2 8